Penulis : Al-Ustadz Muhammad Umar As-Sewed
Kemunculan sebuah bangsa yang akan menciptakan kekacauan serta
kerusakan di muka bumi telah ditakdirkan Allah Subhanahu wa Ta’ala
sebagai salah satu penanda kiamat besar. Siapakah dan bagaimanakah
mereka? Di dalam beberapa hadits tentang tanda-tanda hari kiamat kubra,
disebutkan ada sepuluh tanda hari kiamat. Di antaranya adalah keluarnya
Ya`juj dan Ma`juj.
Berita tentang keluarnya Ya`juj dan Ma`juj bukan hanya mutawatir, bahkan disebutkan dalam Al-Qur’an surat Al-Anbiya’ ayat 96-97:
“Hingga apabila dibukakan (dinding)
Ya’juj dan Ma’juj, dan mereka turun dengan cepat dari seluruh tempat
yang tinggi. Dan telah dekatlah datangnya janji yang benar (hari
berbangkit), maka tiba-tiba terbelalaklah mata orang-orang yang kafir.
(Mereka berkata): “Aduhai, celakalah kami, sesungguhnya kami dalam
kelalaian tentang ini, bahkan kami adalah orang-orang yang dzalim.”
Ibnu Katsir rahimahullahu
menerangkan: mereka adalah dari keturunan Adam ‘alaihissalam dari
keturunan Nabi Nuh ‘alaihissalam, dari anak keturunan Yafits yakni nenek
moyang bangsa Turki yang terisolir oleh benteng tinggi yang dibangun
oleh Dzulqarnain.
Sedangkan makna “min kulli hadabin yansilun” diterangkan oleh Ibnu
Katsir rahimahullahu: yakni turun dari tempat-tempat yang tinggi dengan
cepat dengan membuat kerusakan.
Demikian pula disebutkan dalam surat Al-Kahfi ayat 94:
“Wahai Dzulqarnain, sesungguhnya Ya`juj
wa Ma`juj merusak di muka bumi, kami akan siapkan imbalan yang besar
agar kiranya engkau membuatkan benteng antara kami dengan mereka.”
Adapun kalimat yang menunjukkan
bahwa runtuhnya benteng Dzulqarnain dan keluarnya Ya`juj wa Ma`juj
sebagai tanda dekatnya hari kiamat adalah ucapan Allah Subhanahu wa
Ta’ala pada ayat ke-98: “Ini adalah rahmat dari Rabbku, maka apabila
sudah datang janji Rabb-ku Dia akan menjadikannya hancur luluh…..”
Ibnu Katsir rahimahullahu menyatakan: “Ini adalah dalil yang
menunjukkan bahwa mereka tidak akan bisa melubanginya sedikitpun…”
Sedangkan makna “Jika datang janji Rabbku” adalah: Jika telah dekat hari
kiamat, Allah Subhanahu wa Ta’ala akan runtuhkan benteng tersebut.
Demikian dikatakan oleh Ibnu Katsir rahimahullahu.
Ya`juj wa Ma`juj dari keturunan Adam ‘alaihissalam
Ya’juj dan Ma’juj adalah dari jenis manusia keturunan Adam
‘alaihissalam. Tidak seperti yang digambarkan oleh sebagian orang bahwa
mereka bukanlah dari keturunan manusia. Hanya saja mereka adalah
orang-orang yang merusak serta memiliki sifat dan perangai yang Allah
Subhanahu wa Ta’ala takdirkan kepada mereka tidak seperti manusia pada
umumnya.
Dalil yang menunjukkan bahwa mereka dari jenis manusia keturunan
Adam ‘alaihissalam adalah apa yang diriwayatkan dalam Shahih Bukhari
dalam Kitabul Anbiya’ bab Qishah Ya’juj dan Ma’juj, dari Abu Sa’id
Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
“… Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman
kepada Adam: “Wahai Adam.” Maka Adam menjawab: “Labbaika wa sa’daika wal
khairu fi yadaika (Aku sambut panggilan-Mu dengan senang hati dan
kebaikan semuanya di tangan-Mu).” Kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman: “Keluarkan utusan (penghuni) neraka.” Maka Adam bertanya:
“Apa itu utusan (penghuni) neraka?” Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Mereka dari setiap seribu orang, sembilan ratus sembilan puluh
sembilan orang!” Maka ketika itu anak kecil menjadi beruban, setiap yang
hamil melahirkan apa yang dikandungnya, dan kamu lihat orang-orang
seakan-akan mabuk padahal mereka tidak mabuk, tetapi karena adzab Allah
Subhanahu wa Ta’ala yang sangat keras. Kemudian para shahabat bertanya:
“Siapa satu yang selamat dari kita itu, wahai Rasulullah?” Rasulullah
menjawab: “Bergembiralah, sesungguhnya penghuni neraka itu dari kalian
satu dan dari Ya’juj dan Ma’juj seribu….” (HR. Al-Bukhari dengan Fathul Bari, juz 6 hal. 382)
Dari hadits di atas kita dapatkan beberapa faedah:
Pertama: Ya’juj dan Ma’juj adalah calon penghuni neraka.
Kedua: jumlah Ya’juj dan Ma’juj sangat besar.
Ketiga: bahwa Ya’juj dan Ma’juj
dari jenis manusia keturunan Adam. Sifat-sifat Ya`juj dan Ma`juj
Walaupun mereka dari jenis manusia keturunan Adam, namun mereka memiliki
sifat khas yang berbeda dari manusia biasa.
Ciri utama mereka adalah perusak dan jumlah mereka yang sangat besar
sehingga ketika mereka turun dari gunung seakan-akan air bah yang
mengalir, tidak pandai berbicara dan tidak fasih, bermata kecil (sipit),
berhidung kecil, lebar mukanya, merah warna kulitnya seakan-akan
wajahnya seperti perisai dan sifat-sifat lain.
Disebutkan dalam riwayat Al-Imam Ahmad rahimahullahu, dari Ibnu Harmalah, dari bibinya, dia berkata:
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhutbah dalam keadaan
jarinya terbalut karena tersengat kalajengking. Beliau bersabda:
“Kalian mengatakan tidak ada musuh. Padahal sesungguhnya kalian akan
terus memerangi musuh sampai datangnya Ya’juj dan Ma’juj, lebar mukanya,
kecil (sipit) matanya, dan ada warna putih di rambut atas. Mereka
mengalir dari tempat-tempat yang tinggi, seakan-akan wajah-wajah mereka
seperti perisai.” (HR. Ahmad)
Ya`juj dan Ma`juj Sudah Ada Sekarang
Ya`juj dan Ma`juj sudah ada dan terus dalam keadaan turun-temurun
(beranak pinak), tidak meninggal satu orang dari mereka, kecuali lahir
seribu orang lebih. Sebagaimana disebutkan dalam riwayat Abdullah bin
‘Amr radhiyallahu ‘anhuma yang diriwayatkan Al-Hakim rahimahullahu dalam
Mustadrak-nya.
Namun, alhamdulillah, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah bentengi
mereka dari kita, yaitu dengan sebab menakdirkan munculnya Dzulqarnain
yang dengan kemampuannya membuat benteng yang terbuat dari besi dan
tembaga. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Kemudian dia menempuh suatu jalan
(yang lain lagi). Hingga apabila dia telah sampai di antara dua buah
gunung, dia mendapati di hadapan keduanya, suatu kaum yang hampir tidak
mengerti pembicaraan. Mereka berkata: ‘Hai Dzulqarnain, sesungguhnya
Ya`juj dan Ma`juj itu orang-orang yang membuat kerusakan di muka bumi,
maka dapatkah kami memberikan suatu pembayaran kepadamu, supaya kamu
membuat dinding antara kami dan mereka?’ Dzulqarnain berkata: ‘Apa yang
telah dikuasakan oleh Rabbku kepadaku terhadapnya adalah lebih baik,
maka tolonglah aku dengan kekuatan (manusia dan alat-alat), agar aku
membuatkan dinding antara kamu dan mereka, berilah aku potongan-potongan
besi.’ Hingga apabila besi itu telah sama rata dengan kedua (puncak)
gunung itu, berkatalah Dzulqarnain: ‘Tiuplah (api itu).’ Hingga apabila
besi itu sudah menjadi (merah seperti) api, diapun berkata: ‘Berilah aku
tembaga (yang mendidih) agar kutuangkan ke atas besi panas itu.’ Maka
mereka tidak bisa mendakinya dan mereka tidak bisa (pula) melubanginya.
Dzulqarnain berkata: ‘Ini (dinding) adalah rahmat dari Rabbku, maka
apabila sudah datang janji Rabb-ku Dia akan menjadikannya hancur luluh;
dan janji Rabbku itu adalah benar’.” (Al-Kahfi: 92-98)
Kesombongan Ya`juj dan Ma`juj
Ya`juj dan Ma`juj ketika keluar tidaklah melewati sesuatu kecuali
dirusaknya. Tidaklah melewati danau kecuali meminumnya hingga habis.
Tidaklah mendapati manusia kecuali dibunuhnya sampai ketika mereka
merasa menang membantai seluruh penduduk bumi, mereka menantang penduduk
langit. Inilah kesombongan yang luar biasa dari Ya`juj wa Ma`juj.
“Kemudian mereka berjalan dan berakhir
di gunung Khumar, yaitu salah satu gunung di Baitul Maqdis. Kemudian
mereka berkata: “Kita telah membantai penduduk bumi, mari kita membantai
penduduk langit.” Maka mereka
melemparkan panah-panah dan tombak-tombak mereka ke langit. Maka Allah
Subhanahu wa Ta’ala kembalikan panah dan tombak-tombak mereka dalam
keadaan berlumuran darah.” (HR. Muslim dalam kitab Al-Fitan wa Asyrathus Sa’ah)
Yakni mereka mengira bahwa darah tersebut bukti kemenangan mereka
melawan penduduk langit. Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala binasakan
seluruhnya pada saat puncak kesombongan mereka dalam waktu yang hampir
bersamaan.
Binasanya Ya’juj dan Ma’juj dengan doa Nabi Isa ‘alaihissalam
Diriwayatkan dari An-Nawwas Ibni Sam’an radhiyallahu ‘anhu dalam hadits yang panjang. Di antaranya sebagai berikut:
… Ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala
mewahyukan kepada Isa ‘alaihissalam: Sesungguhnya aku mengeluarkan
hamba-hamba-Ku yang tidak ada kemampuan bagi seorang pun untuk
memeranginya. Maka biarkanlah mereka hamba-hamba-Ku menuju Thuur. Lalu
Allah Subhanahu wa Ta’ala keluarkan Ya’juj dan Ma’juj dan mereka
mengalir dari tiap-tiap tempat yang tinggi. Kemudian mereka melewati
danau Thabariyah1, dan meminum seluruh air yang ada padanya. Hingga
ketika barisan paling belakang mereka sampai di danau tersebut mereka
berkata: “Sungguh dahulu di sini masih ada airnya.” Ketika itu
terkepunglah Nabiyullah Isa ‘alaihissalam dan para sahabatnya. Hingga
kepala sapi ketika itu lebih berharga untuk mereka daripada seratus
dinar kalian sekarang ini. Maka Isa dan para sahabatnya berharap
(berdoa) kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka Allah Subhanahu wa
Ta’ala pun mengirim sejenis ulat yang menyerang leher mereka. Maka pagi
harinya mereka seluruhnya binasa menjadi bangkai-bangkai dalam waktu
yang hampir bersamaan. Kemudian turunlah (dari gunung Thuur) Nabiyullah
Isa dan para sahabatnya, maka tidak didapati satu jengkal pun tempat
kecuali dipenuhi oleh bangkai dan bau busuk mereka. Maka Nabi Isa
‘alaihissalam pun berharap (berdoa) kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala mengirimkan burung-burung yang lehernya
seperti unta, membawa bangkai-bangkai mereka dan kemudian dilemparkan di
tempat yang Allah Subhanahu wa Ta’ala kehendaki2. Kemudian Allah
kirimkan hujan yang tidak menyisakan satu pun rumah maupun kemah, lalu
membasahi bumi hingga menjadi licin. Kemudian dikatakan kepada bumi itu:
‘Tumbuhkanlah buah-buahanmu dan kembalilah berkahmu...” (HR. Muslim)
Wajib Beriman dengan berita Ya`juj wa Ma`juj
Berita tentang Ya`juj wa Ma`juj adalah berita dari Allah Subhanahu
wa Ta’ala dan Rasul-Nya, sehingga seorang muslim yang beriman wajib
menerimanya. Bukankah ciri-ciri orang yang bertakwa adalah beriman
kepada hal ghaib yang dikabarkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan
Rasul-Nya? Dan termasuk hal yang ghaib adalah apa yang akan terjadi pada
akhir zaman, termasuk berita akan keluarnya Ya`juj wa Ma`juj?
Namun sebagian kaum muslimin, khususnya kaum Mu’tazilah dan para
rasionalis atau orang-orang yang terpengaruh oleh mereka, menolak
berita-berita hadits yang -menurut anggapan mereka- tidak masuk akal.
Mereka menganggap hadits-hadits tersebut hanya akan membuat orang lari
dari Islam.
Ketika mereka mendengarkan hadits-hadits tentang diangkatnya Nabi
Isa ‘alaihissalam dalam keadaan hidup, akan turunnya beliau pada akhir
zaman, berita tentang Dajjal -yang sudah ada wujudnya dalam keadaan
terbelenggu- atau tentang Ya`juj wa Ma`juj yang masih beranak-pinak dan
terus menerus berupaya untuk keluar dari benteng yang dibuat oleh
Dzulqarnain, dan lain-lainnya. Mereka benar-benar gelisah, panas dadanya
seraya berkata: “Untuk apa hadits-hadits seperti ini disampaikan.
Hadits-hadits ini akan menjadikan manusia semakin jauh dari Islam.”
Mereka melontarkan olok-olok, celaan, dan berbagai macam ucapan
penolakan terhadap hadits-hadits tersebut. Keadaan mereka ini persis
seperti yang dikatakan oleh para ulama tentang ahlul bid’ah: Ahmad bin
Sinan Al-Qaththan rahimahullahu berkata: ”Tidak ada di dunia ini seorang
mubtadi’ (ahli bid’ah) pun kecuali akan membenci ahlil hadits. Jika
seseorang mengada-adakan kebid’ahan niscaya akan dicabut kelezatan
hadits dari hatinya.” (Aqidatussalaf wa Ashhabul Hadits hal. 300)
Abu Nashr bin Sallam Al-Faqih rahimahullahu berkata: “Tidak ada
sesuatu yang lebih berat dan lebih dibenci bagi orang-orang mulhid
(sesat) daripada mendengarkan hadits dengan riwayat dan sanadnya.”
(Aqidatus Salaf Ashhabil Hadits hal. 302)
Penutup
Sebagai nasihat dan peringatan untuk kita dan seluruh kaum muslimin, kami nukilkan beberapa ucapan para ulama dalam masalah ini:
Al-Imam Ahmad bin Hambal rahimahullahu menyatakan: “Barangsiapa yang
menolak hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi sa wallam, maka dia berada di
pinggir jurang kehancuran.” (Thabaqat Al-Hanabilah, 2/11 dan Al-Ibanah,
1/269; lihat Ta’zhimus Sunnah hal. 29)
Al-Imam Al-Barbahari rahimahullahu menegaskan: “Jika engkau
mendengar seseorang mencela riwayat-riwayat (yakni riwayat hadits yang
shahih), menolaknya atau menginginkan selainnya, maka curigailah
keislamannya dan jangan ragu kalau dia adalah pengekor hawa nafsu, ahlul
bid’ah.” (Syarhus Sunnah hal. 51)
Abul Qashim Al-Ashbahani rahimahullahu menerangkan: Ahlus Sunnah
dari kalangan salaf berkata: “Barangsiapa mencerca riwayat-riwayat
hadits, maka sepantasnya untuk dituduh keislamannya.” (Al-Hujjah fi
Bayanil Mahajjah 2/248. Lihat Ta’zhimus Sunnah, hal. 29)
Al-Imam Az-Zuhri rahimahullahu –imamnya para imam pada zamannya-
berkata: “Dari Allah Subhanahu wa Ta’ala keterangannya, Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menyampaikannya, maka kewajiban kita
adalah menerimanya.” (Aqidatus Salaf Ashhabil Hadits, hal. 249)
Beliau rahimahullahu berkata juga: “Diriwayatkan dari salaf bahwa
kaki Islam tidak akan kokoh, kecuali di atas fondasi at-taslim (yakni
menerima dan tunduk pada seluruh ucapan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan
Rasul-Nya, pent.).” (Aqidatus Salaf Ashhabul Hadits hal. 200).
Wallahu a’lam
{ 0 komentar... read them below or add one }
Posting Komentar